Fahmi Rizwansyah says:
Pengiriman uang alternatif (alternatif remittance system/ARS) dan pengiriman uang secara elektronik (wired transfer) diindikasikan masih menjadi sarana para pelaku kejahatan semisal aksi pencucian uang (money laundering) dan penggalian pendanaan untuk aksi terorisme.
Hal itu terungkap dalam konferemsi pers APEC Seminar on Securing Remittance and Cross Borders Payment from Terorist Use, yang diadakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bekerja sama dengan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) di Jakarta, Rabu (22/10).
Menurut Public Relation PPATK M Natsir Kongah MS dalam perkembangannya, jasa alternatif pengiriman uang dapat disalahgunakan karena ARS tidak terdeteksi dalam sistem keuangan.
Dari data yang dikeluarkan oleh APEC, Indonesia menduduki peringkat keempat dari lima besar pengiriman atau penerimaan uang ke dalam negeri, dibawah China, Meksiko dan Filipina. "Pada tahun 2006 jumlah pengiriman yang masuk ke Indonesia setara dengan 1,6 persen GDP," kata Natsir.
Sedangkan, dari mulai 2002 jumlah penerimaan uang yang masuk terus meningkat dimana pada 2002, jumlah uang yang masuk ke Indonesia sebanyak 1,259 juta dollar AS. Untuk 2003 mencapai 1,489 juta dollar AS. 2004 sebanyak 1,865 juta dollar AS, 2005 sejumlah 5,419 juta dollar AS. Dan 2006 berrtambahn menjadi 5,722 juta dollar AS. Sedangkan pada tahun lalu jumlahnya meningkat lagi menjadi 6 juta dollar AS.
Nantinya, diharapkan hasil dari seminar tersebut dapat membuahkan pemahaman yang lebih komprehensif bagi instansi terkait yang ada di Indonesia. Seperti kepolisian, kejaksaan, bea cukai maupun imigrasi. "Selain itu juga seminar ini untuk mendukung tugas dan fungsi PPATK sebagai financial intelegence unit," terang Natsir.
Seminar 2 hari ini diikuti oleh 100 peserta baik yang berasal dari instansi terkait di Indonesia maupun perwakilan dari negara anggota APEC.
by kompas.com
Cheers, frizzy2008.
Pengiriman uang alternatif (alternatif remittance system/ARS) dan pengiriman uang secara elektronik (wired transfer) diindikasikan masih menjadi sarana para pelaku kejahatan semisal aksi pencucian uang (money laundering) dan penggalian pendanaan untuk aksi terorisme.
Hal itu terungkap dalam konferemsi pers APEC Seminar on Securing Remittance and Cross Borders Payment from Terorist Use, yang diadakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bekerja sama dengan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) di Jakarta, Rabu (22/10).
Menurut Public Relation PPATK M Natsir Kongah MS dalam perkembangannya, jasa alternatif pengiriman uang dapat disalahgunakan karena ARS tidak terdeteksi dalam sistem keuangan.
Dari data yang dikeluarkan oleh APEC, Indonesia menduduki peringkat keempat dari lima besar pengiriman atau penerimaan uang ke dalam negeri, dibawah China, Meksiko dan Filipina. "Pada tahun 2006 jumlah pengiriman yang masuk ke Indonesia setara dengan 1,6 persen GDP," kata Natsir.
Sedangkan, dari mulai 2002 jumlah penerimaan uang yang masuk terus meningkat dimana pada 2002, jumlah uang yang masuk ke Indonesia sebanyak 1,259 juta dollar AS. Untuk 2003 mencapai 1,489 juta dollar AS. 2004 sebanyak 1,865 juta dollar AS, 2005 sejumlah 5,419 juta dollar AS. Dan 2006 berrtambahn menjadi 5,722 juta dollar AS. Sedangkan pada tahun lalu jumlahnya meningkat lagi menjadi 6 juta dollar AS.
Nantinya, diharapkan hasil dari seminar tersebut dapat membuahkan pemahaman yang lebih komprehensif bagi instansi terkait yang ada di Indonesia. Seperti kepolisian, kejaksaan, bea cukai maupun imigrasi. "Selain itu juga seminar ini untuk mendukung tugas dan fungsi PPATK sebagai financial intelegence unit," terang Natsir.
Seminar 2 hari ini diikuti oleh 100 peserta baik yang berasal dari instansi terkait di Indonesia maupun perwakilan dari negara anggota APEC.
by kompas.com
Cheers, frizzy2008.