Blog campur-campur

Berpelukan yang bermanfaat

Fahmi Rizwansyah says:

Berpelukan....... (^_^)
Pernah dengar semboyan ini??? Bagi yg menonton Teletubies tak akan merasa janggal mendengarnya.
Ternyata berpelukan itu baik buat kesehatan....asal yg dipeluk org yg tepat yah........
Selamat membaca artikel kesehatan di bawah ini!

Seberapa sering anda memeluk suami, pacar, adik atau sahabat anda?
Sering, jarang atau malah tidak pernah. Hmmm, berpelukan itu ternyata penting lho. Sebuah penelitian menunjukkan stres bisa berkurang hanya dengan berpelukan. Masa sih?
Berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh jurnal Psychosomatic Medicine, pelukan hangat dapat melepaskan oxytocin, hormon yang berhubungan dengan perasaan cinta dan kedamaian. Hormon tersebut akan menekan hormon penyebab stres yang awalnya mendekam di tubuh.

Untuk melakukan penelitian ini, Dr Karen Grewen, peneliti asal Universitas North Carolina mengumpulkan 38 pasangan dalam satu tempat.
Ke-38 pasangan tersebut diminta untuk membicarakan hal-hal bahagia yang pernah mereka alami. Mereka juga diminta untuk menonton sebuah film romantis selama lima menit kemudian berpelukan selama 20 detik.
Sebelum semua kegiatan di atas dilakukan, Dr Karen dibantu rekan-rekannya melakukan pengukuran terhadap tekanan darah, tingkat stres dan jumlah hormon oxytocin. Hasilnya, tingkat stres semua orang yang diteliti berkurang. Hormon penyebab stres, cortisol dan
norepinephrine, menurun jumlahnya karena tergantikan oleh hormon oxytocin. Dan hasil akhirnya bisa memberikan kontribusi untuk kesehatan jantung anda.
Penelitian tersebut juga menunjukan wanita lebih responsif untuk memeluk pasangannya. Menurut Dr Karen, hal itu terjadi karena oxytocin lebih memiliki hubungan dekat dengan hormon estrogen yang diproduksi wanita.

Dalam kehidupan nyata hormon oxytocin ini bisa tercipta di sebuah perkawinan yang sehat. Artinya pernikahan tersebut bukanlah pernikahan yang sering diwarnai percekcokan bahkan kekerasan.
"Tidak semua orang memiliki pernikahan yang membahagiakan. Tapi kualitas dari hubungan pernikahan itu bisa menjadi tolak ukur kesehatan seseorang," urai Grewen,

Seorang ahli jantung yang berasal dari American Heart Association, Dr. Nieca Goldberg menambahkan penjelasan Grewen di atas.
"Inti dari penelitian ini adalah untuk menunjukan bahwa dukungan secara emosional dan psikologis bisa berpengaruh pada kesehatan jantung dan pikiran," jelasnya.

"Wanita yang tidak bahagia dalam pernikahannya, memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk terkena serangan jantung. Kurangnya dukungan terhadap mereka berdampak negatif untuk kesehatan," tambah Goldberg lagi.
Dari hasil penelitian Dr Karren kita juga jadi tahu berteman dengan orang yang memiliki jenis kelamin sama bisa mengurangi tingkat stres pikiran. "Teman, hewan peliharaan bisa meningkatkan jumlah hormon oxytocin dan ini tentu suatu hal yang positif," imbuhnya.
So, pelukan nggak selalu harus didapat dari pasangan. Buat anda yang jomblo alias single, pelukan dengan teman atau kucing kesayangan juga bisa mengurangi stres. Selamat berpelukan.

Cheers, frizzy2008.

Matsushita - National Panasonic Founder

Fahmi Rizwansyah says:

My fave hero: Konosuke Matsushita

"the god of management"

Early life

Konosuke Matsushita was born in 1894 in the farming village of Wasa in Wakayama Prefecture, the son of a landlord. Poor investment decisions by his father in rice speculation ruined the family's finances, and Matsushita was sent to Osaka to work at a very young age.

In 1910, at the age of 16, Matsushita was taken on as a wiring assistant at the Osaka Electric Light Company. In 1915, he would marry Mumeno Iue.

Matsushita wanted to market a new light socket he had invented, and so in 1918, at the age of 23, he founded Matsushita Electric Appliance Factory with his first employees being himself, Mumeno, and Mumeno's brother, Toshio Iue. His company almost went bankrupt until a large order came in for electric fan parts. He used the money to expand production and drop prices for his lamp sockets, a strategy that paid off.

Matsushita used the trademark ‘National’ on Matsushita products, and dropped prices to make his lamp a mass-market product. Matsushita also used national newspaper advertising, an unusual form of marketing in Japan in the 1920s.


Matsushita and the post-war period

In post-war Japan, the company came under severe restrictions imposed on large Japanese companies by the Allies. Matsushita was in danger of removal as president, but was saved by a favourable petition signed by 15,000 employees.

In 1947, Konosuke lent his brother-in-law Toshio an unutilized manufacturing plant to manufacture bicycle lamps, which eventually became Sanyo Electric.

From 1950 to 1973, Matsushita's company became one of the world’s largest manufacturers of electrical goods, sold under well-known trademarks including Panasonic and Technics. Matsushita retired in 1973. Since 1954, Matsushita also gained a significant shareholding in manufacturer JVC by forming an alliance[1]. It still retains a 50% share today.

In retirement, Matsushita focused on developing and explaining his social and commercial philosophies, and wrote 44 published books. One of his books, entitled “Developing a road to peace and happiness through prosperity”, sold over four million copies.

Chronic lung problems lead to his death of pneumonia on 27 April 1989, at the age of 94. He died with personal assets worth US$3 billion, and left a company with US$42 billion in revenue business.

Cheers, frizzy2008.

My girl's story: Sri Mulyani

Fahmi Rizwansyah says:

Diambil dari detik.com.

Mata kuliah akuntansi sering kali membuat mahasiswa pusing tujuh keliling. Menkeu Sri Mulyani mengakui dirinya sempat tidak menyukai salah satu mata kuliah itu. Malah kalau dirinya jadi akuntan, mungkin tak pernah menjadi menkeu.

"Akuntansi itu it's not my favourite waktu kuliah nilai saya itu 6 sampai 6,5 tapi saya selalu amazed dengan akuntansi ini karena kanan kirinya harus balanced. Saya bingung bagaimana bisa seperti itu, tapi ke depan makin lama saya makin suka, mungkin saya telat sukanya, tapi saya beruntung, kalau saya jadi akuntan mungkin saya tidak akan menjadi menkeu," ujarnya.
Hal itu disampaikannya saat membuka Konferensi Sektor Publik di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (23/7/2008).

Akuntabilitas dalam pembuatan laporan keuangan negara itu penting dan sebagai menkeu dirinya kita bertanggung jawab untuk mengelola keuangan negara agar bisa dijalankan dengan baik.
"Meskipun saya sebagai menkeu ini bukan seorang akuntan. Kita punya tanggung jawab untuk membuat publik sektor lebih baik, dan yang paling penting itu adalah sisi keuangannya," ujarnya.

Kehadiran lembaga pengawas seperti BPK yang menggerayangi tiap sisi keuangan di negara ini tentunya diperlukan.
"Karena kalau Anda punya power kalau tidak ada yang ngecek maka akan ada korupsi pasti. Kekuasaan itu itu so delicious dan it's so tempting, bahkan lebih enak dari coklat atau nasi uduk, karena itu bagus kalau ada BPK yang mengaudit sisi keuangan," ujarnya.

Sekarang BPK sudah memeriksa keuangan negara, dan bahkan pernah menemukan 3.000 rekening liar di depertemen. "Saya tidak mau kalah, melihat hal ini saya marah, saya cari di tiap departemen ternyata saya menemukan 30.000 rekening liar," ujarnya.

Laporan keuangan pemerintah, menurut Sri Mulyani memang masih jauh dari sempurna, namun dia tidak suka kalau ada yang menyebut laporan keuangan pemerintah amburadul.
"Saya legowo kalau penilaian disclaimer, tapi saya benci kalau dibilang amburadul, karena disclaimer itu pasti ada alasannya. Mungkin masyarakat bertanya kenapa 4 tahun disclaimer tapi menkeunya tidak diganti-ganti saya katakan walaupun tiap tahun menkeunya diganti, laporan keuangan tetap disclaimer," ujarnya.

***Hmm, jangan marah ya bu, saya jadiin cewek saya di blog ini.
Tetap semangat!!! anda penyelamat negara ini.

Cheers, frizzy2008.

Sang Maestro: Ni Ketut Canin

Fahmi Rizwansyah says:

Kalian pasti salut sama Ni Ketut Canin.


Penonton juga dibuat terkejut begitu menyaksikan sang penari utama ternyata sudah berusia lanjut, 85 tahun, namun penampilannya tetap saja prima. "Penampilannya luar biasa sekali. begitu juga dengan penarinya," kata Haruko Konishi, salah seorang penonton.

Selama dua jam, sang empu tari, bersama cucunya, Ni Wayan Sekariani dan cicitnya, Sri Maharyeni, membawakan tarian sakral Joged Pingitan. Sebuah tarian yang kian langka di Bali, karena hanya bisa disaksikan di dua desa saja, Desa Tegunungan dan Desa Sukawati.

Ungkapan seperti sugoi (luar biasa, hebat" ataupun amazing (menakjubkan) banyak keluar dari bibir para penonton yang baru saja menyaksikan penampilan Ni Ketut Cenik di sebuah aula di Gedung Bunka-Hoso, Tokyo, Selasa (16/9) malam. Sambil bertepuk tangan yang cukup lama, para penonton itu bangun dari kursinya dengan terus menatap ke arah Ni Ketut Cenin, yang bersama kelompoknya, perlahan-lahan meninggalkan panggung.

Komentar kekaguman tersebut memang merupakan kalimat yang paling pantas diucapkan untuk mengekspresikan kekaguman sekitar 200 penonton Tokyo, yang malam itu memadati media Plus Hall, di gedung Bunka-Hoso. Ribuan pengunjung Jepang sebelumnya mulai dari Osaka, Nagoya, Kyoto hingga Matsue sudah lebih dulu dibuat tepesona.

Penampilan dari perempuan kelahiran Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Gianyar, menjadi istimewa, tidak saja penampilannya yang lincah, tetapi juga karena sang maestro melibatkan cucunya Ni Wayan Sekariani dan cicitnya Sri Maharyeni yang tampil tidak kalah energiknya. Sedangkan putranya, I Nyoman Budi Artha, yang juga pimpinan rombongan, bertindak selaku salah seorang pemusik gamelan.

Sama seperti tari Bali lainnya yang dinamis dan atraktif, ketiganya pun menari dengan lincah diiringi musik gamelan yang tidak kalah ramainya. Begitu gamelan berbunyi, dengan sigap NI Ketut Cenik menari, meliukkan badan dengan anggun, mengikuti irama musik. Saat menari seolah ada roh dari kekuatan tari itu yang hinggap dan membuatnya menjadi muda kembali.

Tarian yang menampilkan enam tokoh itu kemudian ditutup dengan tarian yang berkisah mengenai Calonarang. Sebuah cerita yang bersumber cerita rakyat mengenai kemenangan kebaikan atas kejahatan. Tarian yang dibawakan secara bergiliran itu ternyata mampu menahan penonton untuk tidak beranjak dari duduknya hingga pertunjukan berakhir.

Tari Joged Pingitan sendiri semakin tidak populer di kalangan generasi muda Bali, bahkan kian langka, karena hanya ada di pedesaan. Itu pun hanya terdapat di dua desa saja, salah satunya di Gianyar. Menurut I Nyoman Budi Artha, putra dari Ni Ketut Cenik,tarian tersebut berfungsi sebagai tarian wali, tarian ritual bagi sang dewa. Jadi bukan sembarang tarian.

"Bagi dodong (nenek) tari ini juga merupakan tarian untuk memuja dewa, jadi tidak bisa sembarangan," ujar Sekariani. Itu sebabnya sebelum membawakan tarian, baik pemusik, dan penari mengawalinya dengan sembahyang lebih dulu. Bahkan ruang tempat pertunjukan pun harus disucikan dulu.

Menurut Ni Wayan Sekariani, Jogged Pingitan salah satu penyebabnya karena tarian ini memiliki tingkat keahlian yang lebih sulit. Penarinya harus mampu membawakan gerakan tarian laki-laki yang tegas, namun juga mampu memadukannya dengan gerakan lembut dari tarian perempuan.

"Seiring dengan transformasi zaman, Joged Pingitan kini tinggal di desa-desa saja. Begitu juga dengan penarinya yang kian sulit ditemukan. Makanya kami, bersama Ni Ketut Cenik, giat mewariskan tarian ini ke generasi selanjutnya agar tidak hilang," katanya.

diambil dari http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MzA5NzA=

Cheers, frizzy2008.

French-Indonesian Science and Technology Program

Fahmi Rizwansyah says:

French-Indonesian Science and Technology Program
(NUSANTARA)

Partnership
The Government of the Republic of France in conjunction with the Indonesian Government has established the NUSANTARA Program. NUSANTARA is jointly managed by the Indonesian State Ministry for Research and Technology (RISTEK) and its French counterparts, the Ministry of Foreign and European Affairs (MAEE) and the Ministry of Higher Education and Research (MESR) but should encompass projects by any research centre irrespective of its administrative attachment.

Objective
The objective of NUSANTARA is to promote and support scientific and technological cooperation between French and Indonesian researchers in both public and private sectors.

Eligibility
Will be eligible to NUSANTARA any research laboratories from universities, public sector research institutes and companies.
The programme is open to the following areas of research:
• Biotechnologies including its applications to health (emerging infectious diseases and bio security, hepatitis virus, human avian influenza, H5N1, vector-borne diseases, etc.), food safety and resilience, as well as agronomy (consumption pattern, production, supply, land conversion, etc.)
• Information and communication technologies: Wimax technologies, open technology hardware, open source software, content development, network communication technology, standardization, and certification.
• Preservation of the environment: animal and vegetal biodiversity; water, land, climactic changes, oceanography
• Assessment and prevention of natural risks and or disaster management – including early warning system which involve geological, seismic, volcanic, climactic, geomagnetic sciences
• Energy including renewable energy (Nuclear Power Plant, coal power plant, geothermal, marine current energy, biomass, biofuel, solar-cell, etc.)
• Transportation: mass-rapid transportation, multi-moda transportation, linear motor car, maglev technology, long-span bridge, shipbuilding, air transportation system, etc.
• Human and Social sciences

It should be noted that both French and Indonesian partners have to apply to their respective agencies in charge of the management of the NUSANTARA programme.
If one of the two partners failed to apply or sent his application after the deadline, no funding would be granted to either partner.

Selection
NUSANTARA applications are invited once every two years. The appointed Indonesian referees will assess Indonesian applications, while French referees will review French applications. A Joint Committee, consisting of French and Indonesian experts, who will meet alternatively in France and Indonesia, will execute the final selection.
The involvement of young researchers studying for a PhD, or pursuing post-doctoral research, is one of the most important selection criteria.
Projects having previously benefited from Nusantara funding are not eligible.

Project duration
The projects selected under the current call for proposals will normally last two years (2009 and 2010), support for the second year being subject to progress in the first.
To this effect, the project leader must submit request for the second year to the Attaché for Science in the French Embassy in Jakarta and to RISTEK before November 28, 2009. A financial report of how the money was spent or to be spent as the implementation of the project should be attached to the request. If substantial scientific results have been achieved in the first months of the running of the project, the project leader can highlight it in brief.

Final report
A final report should be sent at the latest three months after the completion of the projects to French Embassy and to RISTEK. The French partners will have to do so by downloading the relevant file on the PHC extranet and to affix to their online file once completed.

Financing
The programme will support the international travel and living expenses associated with participation in the research project. Funding does not extend to insurances, salaries and equipment expenses, and other activities/costs not eligible for support.
Funding is granted on an annual basis for two consecutive years. Funds must imperatively be used between January 1 and December 31 (in France) and between February 1of any given year. Any funds not used will be lost.
Support to French beneficiaries provided by the French Government in France is only for travel and living expenses:
-Living expenses: 110 euros pd in the limit of 10 days
-Travel expenses: reimbursement according to actual costs with a limit of 1100 for return fare between France and Indonesia

Support to Indonesian beneficiaries provided by the Indonesian Government in Indonesia is only for travel and living expenses to three-five (3-5) Indonesian beneficiaries in 2009. Such support is only intended for one (1) researcher per selected project in 2009, and it will cover:
-Living expenses or per diem for the maximum of 5 (five) days per person.
The per diem will refer to the per diem rates applied, according to the Indonesian Ministry of Finance in 2009.
-Travel expenses: a return economic fare between Indonesia and France, in accordance with the rates from the Indonesian Ministry of Finance in 2009.

How to Apply
Applicants could be applied on-line. French applicants should refer to the EGIDE website (http://www.egide.asso.fr/fr/programmes/pai/)
Indonesian applicants may contact teguhr@ristek.go.id; nada@ristek.go.id to request an application form. Applications must be must be received by the posted closing date with the covering letter from the institutions where the applicant is coming from.
Applications for Indonesian may be considered in any other format (PdF format) and send it to the above e-mail addresses.
For the first round of application, the following schedule will apply:
-Deadline for sending applications: November 28, 2008
-Announcement of results: January 31, 2009
-Start of projects: February, 2009

Contact Persons
M. Dominique Dubois
Attaché de coopération scientifique et technique
Service de coopération et d'action culturelle
Ambassade de France en Indonésie
Jl Panarukan n° 35, Menteng Jakarta 10310
Tél : +62 21 31 93 17 95
Mél : dominique.dubois@diplomatie.gouv.fr

Dr. Teguh Rahardjo
Deputy Minister for Research, S&T Programs
qq Ms. Nada Marsudi, Acting Director for International, S&T Programs
The State Ministry of Research and Technology, Republic of Indonesia
BPPT 2nd Building, 6th Floor, Jl. MH. Thamrin No. 8, Jakarta 10340
Tel. +62-21-316 9174/316 9198,
e-mail : teguhr@ristek.go.id; nada@ristek.go.id

by ristek.go.id
Cheers, frizzy2008.